Senin, 17 Desember 2012

Gerakan Sosial


Konteks Transnasional

Sebuah perhelatan dengan nama “Gerakan Sosial Baru” telah digelar Juli 2005 di Desa Lorejo. Pada perhelatan tersebut datang beragam kelompok dengan tujuan masing – masing. Mereka mengungkapkan keperihatinan dan menyatukan suara untuk menuntut “kemungkinan sebuah Dunia yang lain”. Gerakan semacam ini mulai tumbuh subur sejak jatuhnya rezim Soeharto. Ketika itu manusia Indonesia bagaikan burung lepas dari sangkar,  bebas mengungkapkan keperihatinan dan menjalin kerja sama untuk memperjuangkan keperihatinan yang sama.
Di belahan Dunia yang lain, gerakan semacam ini sudah menjalani sejarah yang cukup panjang, sebut saja misalnya “World Social Forum” di beberapa Negara. “World Social Forum”, misalnya, berhasil mewadahi begitu banyak gerakan dari seluruh dunia yang diwakili oleh organisasi non – pemerintah dan melontarkan tuntutan yang keras, “Another World is Possible”.
Pada zaman globalisasi seperti sekarang, ciri “baru” itu semakin ketara. Seperti di deskripsikan oleh Melucci, orang – orang ini juga membangun sebuah jejaring dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi paling mutakhir. Hasil yang paling menggemparkan adalah yang terjadi di kota Seattle pada November 1999, yang berhasil menggagalkan sebuah pertemuan World Trade Organization (WTO). Oleh para “aktivis global” peristiwa ini memang disebut sebagai tanda sebuah babak baru dalam munculnya Global Civil Society.

Sebuah perang di Seattle ini muncul rentetan peristiwa lain serupa, biasanya pararel dengan kegiatan oleh organisasi internasional yang dipandang sebagai biang kekacauan dunia, seperti IMF dan World Bank. Pada perkembangannya, tahun 2001 mulai muncul sebuah gerakan yang tidak kalah spektakuler, yaitu diselenggarakannya “World Social Forum” di porto Allegre, Brazil. Jumlah orang yang ikut makin lama makin banyak, hingga ratusan ribu. Media – media besar bisa tidak memberi tempat di halaman depan.
Gerakan sosial baru memang telah menggejala di seluruh dunia. Tidak mungkin lagi membatasi gerakan sosial pada gerakan buruh. Ambilah gerakan petani di Chiapas, Mexico. Siapa menyangka bahwa petani indian berhasil “menaklukan” Presiden Mexico dan berubding dengan mereka?.
Dari Desa Lorejo kita kembali akan menengok dinamika gerakan sosial yang dilakukan para petani di Chiapas Mexico yang ditulis Manuel Castells. Selain gerakan petani secara umum, kiranya penting juga untuk melihat dinamika dan peran gerakan perempuan di Tanah Air. Di sini juga akan melihat apa saja tantangan, baik gerakan yang lama maupun baru yang harus dihadapi oleh para perempuan dalam memperjuangkan kehidupan yang baik.
Global Civil
Salah satu peristiwa yang paling mengejutkan di penghujunga abad 20 ini adalah The Battle Of Seattle. Peristiwa ini terjadi pada November 1999. Pada saat itu menjadi kenyataan bahwa gerakan protes masyarakat berhasil menggagalkan sebuah pertemuan internasional yang diseponsori oleh para Negara Adidaya.
Di tengah sorak – sorai  para demonstran, konfrensi WTO gagal mencapai kesimpulan. Polisi didatangkan untuk menertibkan situasi. Upaya polisi tidak membawa hasil, malahan “pertempuran” antara polisi dan para demonstrans membawa korban di kedua belah pihak dan ratusan ditangkap. Peristiwa ini di sebuah paling cantik dan aman di Amerika Serikat, Seattle. Bisa dikatakan Amerika Serikat mengalami gerakan sosial sebesar ini, bukan hanya dalam skala jumlah demonstran tetapi juga tentang isi tuntutan. Gerakan ini tidak menuntut diakhirinya Perang Vietnam atau tuntutan yang sejenisnya, yang hanya terarah pada kepentingan domestik Amerika sendiri. Gerakan ini mengecam WTO dan menuntut diperbaikinya sistem perdagangan dan investasi dunia. Juga dalam hal peserta demonstrasinya pun, gerakan ini juga membingungkan. Mestinya perjuangan untuk perdagangan internasional yang adil semacam itu dilakukan oleh serikat buruh atau “kelas proletar.” Akan tetapi, dalam The Battle of Seattle,

2 komentar: